Beranda | Artikel
ZINDIQ (Madrasah Orientalis Atau Yahudi Gaya Baru)
Jumat, 4 Maret 2022

Ini sebuah tulisan tentang sebuah gerakan orientalis yang berpakaian dengan pakaian Islam dan dari nasab atau keturunan kaum Muslimin. Akan tetapi, hakikat ruh, badan, akal dan pikiran mereka seperti Yahudi, atau mengambil istilah saya, Yahudi gaya baru. Mereka telah diasuh dan disusui dengan baik oleh Yahudi di negeri-negeri yang dikuasai oleh Yahudi seperti Amerika dan negeri kafir lainnya. Usai belajar, mereka pun pulang ke negeri masing-masing, seperti Mesir, Syiria, Sudan, Pakistan, Malaysia, Indonesia dan lain-lain. Sekarang mereka menjadi guru di negeri mereka untuk mendidik kaum Muslimin agar mereka menjadi Yahudi walaupun nama dan pakaiannya tetap Islam. Mereka mendirikan dan membuka madrasah– madrasah (pusat kajian) dengan kajian-kajian Islamnya dalam berbagai macam acara seperti diskusi atau seminar dan lain-lain.

Mungkin ada pertanyaan, bukankah yang dimaksud dengan orientalis ialah orang-orang non-Muslim yang mempelajari Islam untuk merusak Islam dan mengajarkan kerusakan itu kepada kaum Muslimin ?! Jawabannya, “Ya, Itu dulu. Sekarang, cara kerja mereka berbeda. Tokoh-tokoh orientalis zaman ini tidak lagi terjun langsung, akan tetapi lewat perantara anak didik mereka yang terdiri dari manusia-manusia munafik yang ada di dalam Islam untuk merusak Islam dan kaum Muslimin dari dalam. Dengan Islam yang demikian menurut para bapak orientalis lebih mengena dan berhasil merusak akidah, ibadah, mu’amalat dan akhlak kaum Muslimin. tanpa dicurigai dan disadari oleh sebagian kaum Muslimin. Bahkan sebagian dari kaum pergerakan seperti Ikhwanul Muslimin dalam sebagian manhajnya sangat terpengaruh dengan ajaran ini, meskipun mereka selalu berteriak tentang bahaya Ghazwul fikr (perang intelektual) dan pentingnya Fiqhul Wâqi’ (fikih realita)!!! Hal ini disebabkan kebodohan dan penyimpangan mereka terhadap manhaj yang haq, manhaj Salafush Shalih. Bagaimana mungkin mereka sanggup menerangi umat dan mengalahkan Yahudi, padahal baru melangkahkan kaki saja, mereka telah terperangkap oleh tipu daya Yahudi?!. Tahu atau tidak tahu. Kemudian, sebagian dari ajaran dari Yahudi mereka jadikan asas dalam manhaj mereka, yang mereka perjuangkan dengan sebenar-benarnya jihad kebatilan. Oleh karena itu, menurut pendapat saya bahwa orientalis pada hari ini yang bergentayangan di negeri–negeri Islam ialah mereka yang berpakaian dengan pakaian Islam, akan tetapi ruh, badannya dan akal pikirnya Orientalis Tulen. Mereka inilah salah satu kelompok yang dimaksud oleh Nabi ﷺ dengan predikat para dai yang berada di pintu-pintu jahannam di dalam Hadits shahih. (Lihat Hadits riwayat al-Bukhari no. 3606, 3607 & 7084 dan Muslim no. 1847)

POKOK-POKOK KESESATAN MEREKA

Kalau saudara bertanya lagi, “Apakah sebenarnya hakikat ajaran mereka, ushul dan furu’nya?

Saya menjawab,

  1. Mereka mengajarkan kepada kaum Muslimin. wihdatul adyân (kesatuan agama-agama), bahwa semua agama sama, sama baiknya, satu tujuan kepada-Nya!? Anehnya mereka ajarkan keyakinan yang kufur ini hanya kepada kaum Muslimin saja, tidak kepada penganut agama-agama non Islam!!!.
  2. Mereka memasukkan keraguan (tasykîk) ke dalam hati dan pikiran kaum Muslimin akan kebenaran agama Islamnya.
  3. Mereka masukan ajaran-ajaran di luar Islam ke dalam Islam agar diyakini dan diamalkan oleh kaum Muslimin.
  4. Mereka memberikan tafsiran–tafsiran Islam yang sesuai dengan tujuan mereka yaitu membatalkan syariat.
  5. Mereka memasukkan sesuatu yang batil (kebatilan) dan hal-hal yang haram bahkan kekufuran dan kesyirikan bersama sejumlah bid’ah i’tiqadiyyah ’tiqadiyyah(keyakinan) dan amaliyyah ke dalam persoalan khilafiyah atau masalah yang masih di perselisihkan oleh Ulama. Tujuannya, agar kaum Muslimin yang awam atau jahil terhadap kaidah–kaidah agama akan mengira dengan persangkaan kebodohan, bahwa masalah tersebut yang dilemparkan dan dimasukkan oleh kaum zindiq adalah masalah–masalah khilafiyyah!? Bukan sebagai suatu masalah yang telah disepakati kebatilannya dan keharamannya!!!
  6. Setelah selesai masalah di atas (poin No. 5), kemudian mereka pun memberikan kebebasan sebebas–bebasnya kepada kaum Muslimin untuk menerjemahkan dan menafsirkan Islam sesuai kehendak, tujuan dan maksud masing -masing dengan alasan toleransi dalam berbeda tafsiran. Inilah hakikat mempermainkan dan mengolok-olok agama Allah سبحانه وتعالى .
  7. Setelah berhasil dalam masalah di atas (point no. 6), mereka mengatakan pada kaum Muslimin bahwa kebenaran bersifat nisbi(relatif), kita tidak bisa mengatakan bahwa agama kita Islam yang haq sedangkan yang selainnya batil. Demikian juga kita tidak boleh mengatakan bahwa selain dari agama kita al-Islam adalah adalah kufur dan syirik. Oleh karena itu, kebenaran bersifat nisbi(relatif), maka di dunia ini kita belum tahu agama siapa yang benar dan dan yang salah. Bisa jadi agama kita yang benar dan agama yang lain salah atau sebaliknya. Kita tidak tahu dengan pasti karena nisbinya kebenaran itu sebelum kita sampai pada pengadilan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, menurut pendapat kami (baca: para syaithan) bahwa semua agama itu sama benar dan baiknya (poin no. 1). Tidak perlu kita mengatakan agama kami yang benar dan agamamu yang salah. Dengan demikian kita dapat menyelesaikan perselisihan dan peperangan antar umat beragama. Demikianlah seruan sesat mereka.

Maka katakanlah kepada mereka, “Wahai kaum zindiq, kalau kebenaran itu sifatnya nisbi, yang maknanya bahwa seseorang itu tidak dapat memastikan sesuatu itu benar atau salah, maka berdasarkan kaidahmu wahai zindiq. Bahwa para pembunuh, perampok, koruptor dan pencuri dan lain-lain tidak bisa disalahkan, karena bisa jadi perbuatan mereka yang benar dan kita yang salah atau sebaliknya. Bagaimana menurut pendapatmu wahai kaum Zanâdiqoh?

Kalau engkau mengatakan perbuatan mereka itu salah karena telah membunuh dan seterusnya, maka jadilah engkau sedungu-dungu manusia ketika engkau menyalahkan seorang pembunuh atau pencuri, tetapi engkau membenarkan agama-agama yang batil dan kufur yang mengajarkan kesesatan yang maha besar kepada manusia, bukankah engkau tidak menimbang kecuali dengan timbangan Iblis!!!

Saya perlu menjelaskan kepada para pembaca yang terhormat agar tidak terjadi kesamaran atau saya menyembunyikan apa yang saya ketahui sejak dua puluh tahun lebih yang lalu. Ketahuilah wahai saudara – saudaraku! Salah satu madrasah mereka di negeri kita ini yaitu kelompok Paramadina dengan ‘kitab suci’nya Fiqih Lintas Agama.

Telah terbit sebuah kitab dengan judul FIQIH LINTAS AGAMA (!?) yang ditulis oleh salah satu sekte dalam Islam yang sangat sesat dan menyesatkan, yaitu kelompok Paramadina, yang diketuai Nurcholish Madjid 1).  Kitab diatas sangatlah sesat dan menyesatkan kaum Muslimin, para penulisnya telah memenuhi kitabnya tersebut dengan berbagai macam kerusakan2). Di antara bahayanya:

Kesesatan dan kerusakannya yang dapat saya simpulkan ialah :

  1. Mengajak kepada Wihdatul adyân (kesatuan agama–agama). Bahwa semua agama -apa saja–sama di sisi Allah, semua diterima oleh Allah عزوجل, meskipun ajarannya dan caranya berbeda.
  2. Semua agama baik dan mengajarkan kebaikan kepada umatnya masing-masing. Oleh karena itu, apabila umat manusia menjalankan agamanya dengan baik dan benar -karena semua agama itu baik dan benar – maka mereka akan mendapat pahala dan masuk surga.
  3. Orang yang kafir ialah orang yang tidak menjalankan ajaran agamanya atau yang tidak tau yang tidak beragama atau yang menentang agama. Selama mereka mengamalkan ajaran agamanya, maka mereka tidak dicap sebagai orang kafir. Orang Yahudi tidak kafir selama mereka mengamalkan agamanya. Orang Nashara tidak kafir selama mereka mengamalkan agamanya. Orang Majusi tidak kafir selama mereka mengamalkan agamanya dan begitulah seterusnya.
  4. Dipenuhi dengan berbagai macam kebohongan–kebohongan besar dengan mengatasnamakan Allah سبحانه وتعالى , Rasul-Nya , para nabi dan rasul, Islam, al-Qur`an, Taurat dan Injil dan seterusnya.
  5. Talbis . mereka seperti talbisnya iblis dengan mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan.
  6. Tipu muslihat dan kelicikan mereka dalam menulis.
  7. Menghilangkan amanah ilmiyyah.
  8. Kejahilan mereka terhadap Dinul Islam yang sangat murakkab (berlipat-ganda), walaupun mereka berlagak alim sebagaimana kebiasaan orang-orang munafiqun.
  9. Celaan dan penghinaan mereka terhadap para para Sahabat, Tâbi’in dan Tâbi’ut Tâbi’in sebagai tiga generasi terbaik di dalam umat ini.
  10. Mereka telah merubah makna ayat–ayat al-Qur’ân sebagaimana yang pernah dilakukan guru besar mereka ketika mereka merubah Taurat dan Injil!
  11. Celaan dan penghinaan mereka kepada Abu Hurairah urairah رضي الله عنه , seorang Sahabat besar.
  12. Celaan dan penghinaan mereka kepada Imam Syafi’i  رحمه الله .
  13. Menyembunyikan ilmu.
  14. Memenggal kemudian merubah sabda Nabi yang mulia.
  15. Mendahulukan akal dari wahyu al-Qur’ân dan as-Sunnah.
  16. Mereka bermanhaj dengan manhaj filsafat batiniyyah (kebatinan).
  17. Mereka menterjemahkan dan menafsirkan Islam sesuai dengan manhaj kaum zindiq.
  18. Mereka menyamakan dan mempertemukan Islam dengan agama-agama yang lain yang menjadi ciri-ciri khas kaum zindiq.
  19. Mereka memuliakan dan meninggikan agama-agama selain Islam persis seperti agama-agama kaum munafikun.

Mereka menamakan buku mereka dengan nama yang rancu, “FIQIH LINTAS AGAMA(!?)’’  Nama yang tidak pernah dipergunakan oleh para Ulama dalam menamakan kitab-kitab mereka. Sebuah nama yang menunjukkan isi dan kesesatan para penulisnya. Antara judul dan isinya sangat bertentangan. Mereka menamakannya Fiqih Lintas Agama, yang dimaksud adalah bertemunya agama-agama dalam satu titik. Anehnya, mereka sodorkan ini kepada Islam dan kaum Muslimin tidak kepada yang lain. Kenapa ? Jawabannya :

Pertama, agama-agama yang lain tidak mempunyai fikih seperti fikih Islam. Manakah fikih mu’amalat agama-agama selain Islam ? Padahal kita tahu bagian mu’amalat sangat luas sekali yang mengatur hubungan antar manusia, baik yang seagama atau berbeda agama. Berbeda dengan agama Islam, bagian mu’amalat diatur dengan sangat sempurna. bahkan diatur dengan sangat sempurna. bahkan ayat yang terpanjang dalam al-Qur’ân berbicara tentang mu’amalat (Qs al-Baqarah/2:282).

Lalu, apa maksud dan tujuan dari penulisan buku Fiqih Lintas Agama, kalau kenyataannya agama-agama lain yang ingin disamakan dengan Islam tidak memiliki fikih ?

Maka saya jawab. “Mengambil istilah fiqih maqâshid-nya sekte Paramadina, yaitu fikih dengan melihat kepada maksud dan tujuannya. maka saya pribadi tidak ragu lagi, secara kontextual tujuan mereka ingin menghapus syariat Islam yang dibawa oleh Nabi yang mulia ﷺ .

Kedua, agama-agama yang tersebut di atas, masing- masing meyakini bahwa agama merekalah yang benar, yang lain salah, batil, kufur dan seterusnya.

Apakah Yahudi mau mengakui dan menyatakan bahwa agama Kristen adalah benar atau sebaliknya?

Apakah mereka semua mau beriman kepada Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sailam? Kalla tsumma kalla!!! (Tidak sama sekali tidak).

Tim penulisnya terdiri dari orang-orang yang sudah diketahui oleh kaum Muslimin, – khususnya ahli ilmu- kesesatan dan penyimpangan mereka dalam memahami, mengamalkan dan mendakwahkan Islam walaupun mereka mengatasnamakan Islam.

Nurcholish Madjid, guru besar mereka pernah mengganti kalimat tauhid Lâ Ilâha Illallah (tidak ada satu pun ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh) menjadi : Tidak ada tuhan melainkan Tuhan 3).

Barangkali sangat tepat dan bagus, kalau saya memberikan salah satu contoh dari murid terbaik terbaik sekaligus yang terdungu dari mereka dalam makalahnya Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam (!”). Sebuah makalah kecil yang berisi kekufuran dan kemunafikan yang menjadi ciri khas kaum zindiq. Dalam makalah kecilnya, dia mengatakan :

– Hukum Allâh tidak ada !

– Semua agama sama dalam kebaikan dan kebenarannya!

– Rasulullah ﷺ sebagai tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis, sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangannya, sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah hasanah)!

Kalau tidak ada lagi perkataan lain selain yang tersebutkan di atas, maka dengan meminjam ungkapannya, “Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan .. bahwa, orang ini adalah budak kecilnya kaum zindiq, yang hanya demi meraih kenikmatan duniawi, dia menjual agamanya.”

Dalam makalah kecilnya sering diulang-ulang kalimat pikir, memikirkan, akal, hasil diskusi dan seterusnya. Yang menunjukan bahwa makalah ini hanyalah akal-akalan dan pikir-pikiran kelompok Paramadina dengan akal dan jalan pikiran mereka yang sakit dan kacau bukan sebagai bahasan ilmiyyah. Akal yang seperti ini tentu selalu bertentangan dengan wahyu al-Qur’ân dan as-Sunnah atau dengan seluruh ajaran Islam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله menjelaskan dalam dua buah kitab beliau dalam membantah filsafat Yunani yaitu Dar’u Ta’ârudhil Aqli wan Naqli dan ar-Raddu ‘alal Manthiqiyyin.

Akal ada dua macam:

  • Pertama, akal yang shahih dan sharih. yaitu yang sehat dan memiliki ketegasan.
  • Kedua, akal yang saqim dan idhthirâb, yaitu yang sakit dan kacau.

Akal yang shahih dan sharih tidak akan pernah bertentangan dengan wahyu al-Qur’ân dan Sunnah. Akal yang seperti ini selalu tunduk dan patuh terhadap keputusan wahyu dan membenarkannya, tidak melawannya, baik keputusan wahyu itu dapat dicernanya atau tidak. Karena mereka lebih mendahulukan wahyu daripada akal-akal mereka, bukan sebaliknya. Akal hanya mereka jadikan sebagai perangkat untuk memahami wahyu dengan benar. Karena akal itu memiliki keterbatasan, sempit, dangkal dan berbeda-beda antara akal yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, mustahil kalau kita menjadikan akal sebagai asas dari wahyu, atau dengan kata lain mendahulukan akal daripada wahyu.

Kalau akal yang kita dahulukan, akan ada pertanyaan, “Akal siapakah yang akan kita pakai?” Apakah akal tim penulis buku ini, ataukah akal seorang tukang semir sepatu (misalnya) yang lebih mendahulukan wahyu dari akalnya dan berjalan di atas manhaj yang haq ?

Kalau kita timbang dengan dalil-dalil akal, maka akal si tukang semir yang kita pakai, dengan beberapa pertimbangan dan alasan mendasar, diantaranya :

– Dia lebih mendahulukan wahyu daripada akalnya yang sangat terbatas.

– Akalnya sehat dan memiliki ketegasan. Akal yang sehat dan memiliki ketegasan (Shahih dan Sharih) selamanya tidak akan bertentangan dengan wahyu dan dengan apa yang dibawa oleh Nabi ﷺ . Akal ini selalu menyetujui dan membenarkan wahyu, sebagaimana ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله . 4)

Kalau kita memilih dan memakai akal tim penulis buku yang sesat dan menyesatkan ini, maka bisa menimbulkan keruskan pada akal dan cara berpikir, pada ilmu, agama dan dunia. Mereka ini layak dijadikan contoh dari jenis akal yang kedua, yaitu akal yang saqim dan idhthirâb, (sakit dan kacau), akal yang selalu menyelisihi, sakit dan menentang dan melawan wahyu.

– Ketika wahyu menegaskan bahwa Islam satu-satunya agama yang sah disisi Allah سبحانه وتعالى . Mereka mengatakan, “Semua agama sah, baik dan benar.”

– Ketika wahyu menegaskan bahwa Yahudi, Nashara, Majusi adalah orang-orang kafir. Mereka mengatakan, tidak kafir, yang kafir adalah orang yang tidak menjalankan agamanya. Surat al-Kâfirûn khusus untuk kafir Quraisy.

– Ketika wahyu menegaskan, bahwa perempuan Muslimah tidak boleh nikah dengan laki-laki non-Muslim. Mereka mengatakan, “Itu boleh.” Ayat tadi khusus untuk orang-orang kafir zaman itu. Dan begitulah seterusnya. Mereka berdalil dengan al-Qur’ân dan hadits.

Ada yang mengatakan, “Bukankah mereka telah mengemukakan banyak dalil al-Qur’ân dan dan hadîts?” Syubhat ini kita jawab dengan :

Pertama : Betul, bahkan seluruh sekte yang ada dalam Islam juga melakukan hal yang sama, berdalil dengan al-Qur’ân dan Hadits. Tidak ada satu pun sekte yang berani mengatakan kami tidak berpegang dan berdalil dengan keduanya. Sampai sekte yang mengingkari Hadits sebagai hujjah dan hanya berpegang dengan aI-Qur’an saja pun tidak sanggup secara mutlak mengatakan kami hanya berpegang dengan al-Qur’ân saja. Pada tahun 1983, saya pernah berdialog dengan dua tokoh inkârus sunnah. Saya bertanya, “Atas dasar apa saudara mengingkari Hadits sebagai hujjah dalam Islam setelah al-Qur’ân?” Mereka menjawab, “Bukankah ‘Aisyah pernah menerangkan bahwa akhlak Rasûlullâh ﷺ adalah al-Qur’ân ?”

Saya katakan, “Ya, dan bukankah yang saudara bawakan itu Hadits riwayat Imam Muslim ? Mengapa saudara mengingkari Hadits tapi berdalil dengan hadits ?”

Kedua : Mereka menafsirkan al-Qur’ân dan Hadits sesuai dengan tafsiran mereka, sesuai dengan hawa nafsu dan ra’yu (pikiran) mereka. Mereka arahkan tafsirannya semau mereka. Singkat kata, al-Qur’ an dan Hadits mereka paksakan untuk mengikuti kemauan mereka. Salah satu contohnya, mereka membawakan sebuah hadits shahih riwayat Imam al-Bukhâri dan Muslim. Mereka berkata (hlm. 38), “Dalam sebuah hadits terkenal, Rasulullah ﷺ bersabda bahwa setiap anak dilahirkan dalam fitrah (kesucian), namun kedua orang tuanyalah yang dapat membuat anak itu menyimpang dari fitrah…”

Saya katakan, “Mereka telah memotong atau memenggal hadits itu sehingga maknanya rusak dan rancu. Kemudian mereka ganti kalimat yang mereka potong dengan kalimat lain yang semakin membingungkan dalam memahami hadits tersebut sesuai dengan maksud Nabi ﷺ dengan benar”.

Kenapa mereka tidak melanjutkan sabda Nabi ﷺ di atas dengan, “.. namun kedua orangtuanyalah yang menjadikannya YAHUDI, NASHARA ATAU MAJUSI.” Kenapa mereka menyembunyikan bagian terpenting dari hadits di atas ? Kenapa mereka hilangkan lafazh Yahudi, Nashara dan Majusi ? Kenapa mereka sangat takut sekali diketahui orang bahwa Nabi ﷺ telah menegaskan kekafiran Yahudi, Nashara dan Majusi ?

Saya kira para pembaca sudah tahu jawabannya Insyâ’ Allah. Dan masih banyak hadits yang sangat mengerikan dan menakutkan mereka tentang kekafiran Yahudi dan Nashara serta tentang segala sesuatu yang sangat tidak mereka inginkan diketahui apalagi diyakini kaum Muslimin.

Ketiga : Dalam memahami dan al-Qur’ân dan Hadits mereka tidak mengikuti pemahaman dan tafsir para Sahabat dan Tâbi’în. Ini merupakan ciri tafsir ahli bid’ah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله menegaskan, “Barangsiapa yang berpaling dari madzhab Sahabat dan Tâbi’in serta tafsir mereka kepada penafsiran yang menyelisihinya, maka dia telah salah bahkan termasuk ahli bid’ah (mubtadi’). Karena para Sahabat dan Tâbi’in itu lebih mengetahui tentang tafsir al-Qur’ân dan makna-maknanya, sebagaimana mereka lebih mengetahui tentang kebenaran yang menjadi tujuan Allah mengutus Rasul-Nya”. (Dinukil Imam Suyuthi dalam al-Itqân fi ‘Ulûmil Qur’ân, 2/178, bagian ilmu Qur’ân yang ke-78)

Dalam mukadimah buku alam mukadimah buku Fiqih Lintas Agama iqih Lintas Agama, tim penulis (hlm. 1) membawakan tiga perkataan im penulis (hlm. 1) membawakan tiga perkataan dari tiga Imam mujtahid mutlak yaitu ari tiga Imam mujtahid mutlak yaitu Syafi’i, yafi’i, Imam Abu Hanifah dan Ibnu mam Abu Hanifah dan Ibnu Hazm. Akan tetapi, Akan tetapi, mereka tidak menerangkan dari kitab apa mereka ereka tidak menerangkan dari kitab apa mereka menukilnya agar kita dapat memeriksa langsung enukilnya agar kita dapat memeriksa langsung teks aslinya dan keshahihannya? eks aslinya dan keshahihannya?

Oleh karena itu, kalau mereka tidak mau dituduh telah berbohong atas nama para imam di atas atau paling tidak merubah makna dan maksud yang sebenarnya, maka seharusnya menyertakan maraji’nya (referensinya)! ini yang pertama!

Yang Kedua !

Jika ada yang bertanya, “Apakah maksud dan tujuan dari tim penulis mengutip perkataan Imam Syafi’i, Abu Hanifah رحمه الله dan Ibnu Hazm رحمه الله ?”

Jawabnya adalah, untuk menyatakan bahwa :

  1. Mereka adalah para mujtahid yang sedang berijtihad.
  2. Apa yang mereka tulis adalah benar, dan merupakan kebenaran yang telah hilang dan merekalah mujaddidnya.
  3. Apa yang telah dikatakan dan ditulis oleh para Ulama termasuk ketiga Imam di atas adalah salah, dan merupakan kesalahan yang diikuti terus menerus.

Saudaraku, betulkah mereka itu para mujtahid yang kaidah-kaidah dan syarat-syaratnya telah dijelaskan oleh para Ulama ?

Saya jawab, “Kalla tsumma kalla (Sama sekali tidak)! Ustadz Hartono Ahmad Jaiz bercerita kepada saya pada hari sabtu pagi, bulan februari 2004, di pengajian Shahih Bukhâri yang saya pimpin, “Salah seorang dari mereka tidak fasih dan salah dalam membacakan salah satu ayat al-Qur’ân saat dalam perdebatan. Tetapi saya tidak ragu dan sepakat dengan mereka, kalau mereka itu adalah para mujtahid yang sedang berijtihad -menurut istilah mereka- dalam satu masalah besar yaitu Menghapus Syariat Robbul ‘alamin!!!”

Yang Ketiga!

Para pembaca, inilah teror yang sesungguhnya! Mereka ini teroris yang sebenarnya. Serangan yang mereka lancarkan adalah sebentuk teror yang canggih dan berbahaya pada zaman ini. Jauh lebih berbahaya dan merusak daripada teror dan penghancuran secara fisik. Mereka ini merusak hati yang pada gilirannya nanti akan menjalarkan kerusakan fisik sebagaimana telah ditegaskan oleh Nabi yang mulia ﷺ .

Yang Keempat!

Perkataan para Imam tentang ijtihad dan taqlid, salah dan benarnya pendapat seorang mujtahid, banyak sekali dan sangat masyhur dikalangan ahli ilmu dan penuntut ilmu. Intinya mereka mengajak kembali kepada aI-Qur’ân dan Sunnah menurut menurut pemaham salaf dan menyalahkan atau meluruskan perkataan atau pendapat orang yang menyalahi dua dasar hukum Islam di atas atau menyimpang dari manhaj salaf. Adapun sekte Paramadina berusaha keras mengajak kaum Muslimin untuk meninggalkan al-Qur’ân dan Sunnah dan manhaj salaf.

Kemudian mereka mengajak kaum Muslimin untuk mengikuti manhaj mereka yang sesat dan menyesatkan yaitu manhaj bâthiniyyah. Di bawah ini saya bawakan, beberapa contoh agar kita mengetahui berdasarkan hujjah yang kuat dan benar.

Pertama : Imam Abu Hanifah رحمه الله berkata:

إِذَا صَحَّ الحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِيْ

Apabila sebuah hadits telah sah maka itulah madzhabku.

لَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ بِقَوْلِنَا مَالَمْ يَعْلَمْ مِنْ أَيْنَ أَخَذْنَاهُ

Tidak halal bagi seseorang mengambil perkataan kami selama dia belum tahu darimana kami mengambilnya.

حَرَامٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْرِفْ دَلِيْلِي أَنْ يُفْتِيَ بِكَلَامِي

Haram bagi orang yang tidak tahu dalilku untuk berfatwa dengan pendapatku.

فَإِنَّنَا بَشَرٌ نَقُوْلُ الْقَوْلَ الْيَوْمَ وَنَرْجِعُ عَنْهُ غَدًا

Sesungguhnya kami ini manusia biasa, kami menetapkan satu pendapat pada hari ini dan (mungkin) besok kami ruju’.

Kedua : Imam Mâlik bin Anas رحمه الله  berkata:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُخْطِئُ وَأُصِيْبُ، فَانْظُرُوْا فِيْ رَأْيِي؛ فَكُلُّ مَا وَافَقَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ فَخُذُوْهُ، وَكُلُّ مَالَمْ يُوَافِقِ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ فَاتْرُكُوْهُ

Aku hanya seorang manusia yang bisa salah dan benar, maka perhatikanlah pendapatku, setiap yang sesuai dengan al-Qur’ân dan Sunnah ambillah, dan setiap yang menyalahi al-Qur’ân dan Sunnah, tinggalkanlah.

لَيْسَ أَحَدٌ بَعْدَ النَّبِي ﷺ إِلَّا وَيُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُتْرَكُ إِلَّا النَّبِيَّ ص

Tidak ada seorangpun sesudah Nabi ﷺ melainkan perkataannya bisa diambil dan ditinggalkan kecuali Nabi ﷺ .

Ketiga : Imam asy-Syâfi’i  رحمه الله

إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِي

Apabila sebuah hadits telah sah maka itulah madzhabku.

إِذَا وَجَدْتُمْ فِيْ كِتَابِي خِلَافَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللَّهِ ﷺ فَقُوْلُوْا بِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللَّهِ ﷺ وَدَعُوْا مَا قُلْتُ

Apabila kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyalahi Sunnah Rasululluh  , maka peganglah Sunnah Rasulullah dan tinggalkanlah perkataanku.

أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى أَنَّ مَنْ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُوْلِ اللَّهِ ﷺ لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ

Kaum Muslimin telah berijma’ bahwa orang yang telah jelas baginya Sunnah Rasulullah ﷺ , maka tidak halal baginya untuk meninggalkan Sunnah tersebut karena mengikuti pendapat seseorang.

كُلُّ مَسْأَلَةٍ صَحَّ فِيْهَا الْخَبَرُ عَنْ رَسُوْلِ اللَّهِ  ﷺ عِنْدَ أَهْلِ النَّقْلِ بِخِلَافِ مَا قُلْتُ؛ فَأَنَا رَاجِعٌ عَنْهَا فِيْ حَيَاتِيْ وَبَعْدَ مَوْتِي

Setiap masalah yang telah sah haditsnya dari Rasulullah menurut pemeriksaan ahli hadits yang menyalahi pendapatku, maka aku ruju’ dari pendapat tersebut dimasa hidupku dan sesudah aku mati

Keempat: Imam Ahmad bin Hambal berkata :

لَا تُقَلِّدُنِيْ  وَلَاتُقَلِّدْ مَالِكًا وَلَا الشَّافِعِيَّ وَلَا الأَوْزَاعِيَ وَلَا الثَّوْرِي، وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوْا

Janganlah kamu taqlid kepadaku, dan janganlah kamu taqlid kepada Mâlik, Syâfi’i, al Auzâ’i dan ats Tsauri! Dan ambillah darimana mereka mengambil.

لَا تُقَلِّدْ دِيْنَكَ أَحَدًا مِنْ هَؤُلَاءِ مَا جَاءَ عًنِ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- وَأَصْحَابِهِ فَخُذْ بِهِ

Jangan kamu taqlidkan agamamu kepada seorangpun juga dari mereka itu. Apa yang datang dari Nabi ﷺ dan para Sahabatnya, maka pegangilah. 5)

Sekte Paramadina dalam kitab sesat mereka (hlm. 9-12) membawakan perkataan Imam asy- Syâthibi رحمه الله , namun Fiqih maqâshid mereka tidak ada hubungannya dengan Fiqih maqâshid  Syâthibi رحمه الله , bahkan bertentangan. Mereka berkata (hlm. 9), “Diantara Ulama klasik yang sangat menonjol dalam mengembangkan alam fiqih maqâshid adalah Abu Ishâq asy-Syâthibi (790 H). Beliau menulis sebuah buku amat menarik, yaitu al-Muwâfaqât Fi Ushûlis Syarî’ah (Beberapa konsensus dalam dasar-dasar Syariat). Buku tersebut bisa sebagai kerangka metodologis dalam memahami syariat dan bukannya kesimpulan-kesimpulam hukum (istinbâthul ahkâm).”

Saya jawab : Pertama : Ini bukti ketidaktahuan mereka. tidak bisa membedakan antara fikih dengan ushûl fiqih, mana yang kitab fikih dan mana yang kitab Ushul fiqih. Kitab Syâthibi رحمه الله di atas telah dikenal sebagai kitab ushûl fiqih bukan kitab fikih.

Kedua : Apakah mereka akan tetap berpegang dengan perkataan Syâthibi dengan memuliakan kitabnya al-Muwâfaqât ketika mengatakan :

وَقَدْ وَجَدْنَا وَسَمِعْنَا أَنَّ كَثِيْرًا مِنَ النَّصَارَى وَالْيَهُوْدَ يَعْرِفُوْنَ دِيْنَ الإِسْلَامِ وَيَعْلَمُوْنَ كَثِيْرًا مِنْ أُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ وَلَمْ يَكُنْ ذَلِكَ نَافِعًا لَهُمْ مَعَ البَقَاءِ عَلَى الكُفْرِ بِاتِّفَاقِ أَهْلِ الإِسْلَامِ

Dan sesungguhnya kita telah mendapati dan mendengar bahwa kebanyakan orang-orang Nashara dan Yahudi mengenal agama Islam dan mengetahui kebanyakan dari ushul dan furu’nya, akan tetapi yang demikian itu tidak ada manfaatnya bagi mereka, selama mereka tetap dalam kekufuran menurut kesepakatan ahlul’ Islam.(al- Muwâfaqât,1/34).

Perkataan Syâthibi رحمه الله ini laksana petir yang menyambar kemudian membakar dan menghanguskan mereka. Syâthibi رحمه الله dengan tegas mengatakan bahwa Yahudi dan Nashara itu kafir menurut kesepakatan kaum Muslimin. Padahal mereka tidak mengkafirkan Yahudi dan Nashara. Apakah mereka akan menerima perkataan Syâthibi ini atau sudah saatnya untuk meninggalkan dan mencela Syâthibi رحمه الله ?

Sekte Paramadina sangat benci sekali dengan perkataan musyrik, murtad dan kafir. Mereka berkata, “Ada beberapa istilah yang selalu dianggap musuh dalam fikih klasik, yaitu musyrik, murtad dan kafir. Bila khazanah fikih berpapasan dengan komunitas tersebut, maka sudah barang tentu fikih akan memberikan kartu merah sebagai peringatan keras dalam menghadapi kalangan tersebut.”

Saya katakan:

Pertama : Istilah musyrik, murtad dan kafir berasal dari al-Qur’ân dan Hadits atau al-Kitâb dan Sunnah bukan dari fikih. Fikih hanya mengambil dari al-Qur’ân dan hadits. Kemudian fikih menetapkan apa yang telah dikatakan oleh keduanya. Apakah mereka tidak tahu ataukah mereka pura-pura tidak tahu ? Kemungkinan yang kedua lebih tepat karena hal ini sudah sama- sama diketahui sampai oleh guru-guru besar mereka dari keturunan orang-orang yang pernah dirubah oleh Allâh menjadi babi dan kera. Al Qur’ân dan Hadits penuh dengan penjelasan kufur, syirik dan murtad. Ataukah mereka masih takut mengatakan dengan tegas bahwa ada beberapa istilah yang selalu dianggap musuh dalam al-Qur’ân. Inilah sifat kaum munâfiqûn yang selalu tidak berani terang- terangan menyatakan apa yang sebenarnya mereka yakini.

Kedua : Perkataan mereka di atas telah membantah seluruh isi al-Qur’ân dan Hadits yang yang dipenuhi penjelasan mengenai kekufuran, syirik dan murtad. Demikian juga dengan ijma’ dan qiyas yang shahih. Imam Syâthibi رحمه الله dengan tegas telah mengatakan ijma’ kaum Muslimin tentang kekufuran Yahudi dan Nashara.

Ketiga: Perkataan mereka di atas menunjukkan dengan jelas kepada kita akan talbîs dan penipuan mereka kepada kaum Muslimin dengan mengatakan bahwa lafazh kafir, musyrik dan murtad adalah istilah-istilah fikih!?

Keempat: Mereka sangat benci sekali istilah kafir, musyrik dan murtad tetapi mereka tidak memberikan penjelasan kepada kita siapakah sebenarnya orang yang kafir, musyrik dan murtad itu ? Inilah yang dimaksud dengan melemparkan perkataan atau penjelasan yang bersifat umum untuk sesuatu yang khusus tanpa adanya penjelasan secara detail. Cara seperti inilah yang mereka terapkan di dalam buku yang diagung-agungkan oleh mereka, Fiqih Lintas Agama.

Barangkali inilah yang dapat saya jelaskan kepada kaum Muslimin tentang madrasah orientalis secara umum dan Paramadina secara khusus sebagai salah satu madrasah orientalis atau Yahudi gaya baru yang ada di tengah kita ini. Dan saya kira telah mewakili dan cukup bagi orang yang diberi petunjuk oleh Allah سبحانه وتعالى . Hanya satu kalimat dari kita untuk mereka yaitu bahwa mereka telah mengikuti ajaran kaum zindiq.


Footnote:

1 Madrasahnya madrasah orientalis, bahkan lebih orientalis dari orientalis itu sendiri.

2 Salah satu contonya dari sekian banyak contoh kesesatan mereka ialah mereka berpegang dengan kitab Rasa-il Ikhwanush Shafaa. Kitab ini telah disusun oleh beberapa orang zindiq atas dasar filsafat Yunani dan batiniyyah (kebatinan) yang di dalamnya penuh dengan kekufuran sebagaimana telah ditegaskan Oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah : “ … di dalamnya terdapat kekufuran dan kebodohan yang sangat banyak sekali…” (Majmu’ Fatawa lbnu Taimiyyah : jilid 4 hal. 79) Anehnya Nircholis Madjid dan kawan – kawannya merasa bangga sekali dan bermanhaj dengan manhaj para penulis Rasa-il di atas dan mereka telah memuliakannya.

3 Lafadz tuhan yang pertama dengan huruf kecil (tuhan), sedangkan yang kedua dengan huruf besar (Tuhan), sebagai pengganti nama Allah.

4 Lihat, ar-Raddu ‘alal Manthiqiyyîn (hlm. 260) 5 Lihat Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, hlm. 45-53 oleh Imam aI-Albâni t.

EDISI KHUSUS (04-05) /THN. XIV/RAMADHAN-SYAWAL 1431H/AGUSTUS-SEPTEMBER 2010M


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/artikel/zindiq-madrasah-orientalis-atau-yahudi-gaya-baru/